Travelife Indonesia – Joseph John Campbell seorang mitolog, penulis dan dosen terkenal Amerika Serikat pernah mengatakan “kesempatan akan selalu muncul dalam setiap tantangan”. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa walau dalam kondisi terimpit sekalipun janganlah pernah berkeluh kesah dengan keadaan seakan mentari esok pagi tak akan menyinari jiwa yang telah pupus asa dan hilang harapan.
Karena sejatinya tidak ada jalan pintas dalam meraih sebuah kesuksesan. Ia akan hadir seiring berjalannya waktu melalui pahit getir terpaan perjuangan dan lika-liku pengalaman yang merupakan titian tangga menuju kesuksesan.
Mungkin itulah sekelumit ungkapan yang mampu menggambarkan kehidupan seorang Ketut Mardjana mantan Direktur Utama PT. Pos Indonesia kelahiran Bangli, 18 Maret 1958 ini. Di tengah kemalangan hidup masa kecilnya di Desa Batur ia mampu bangkit membangun kesuksesan bermodalkan tekad dan kejujuran bahkan kini menjadi salah satu sosok profesional yang sangat diperhitungkan di kancah Nasional dengan segudang prestasi dan penghargaan hingga dinobatkan sebagai Asian Development Best Executive Awards, Asean Social and Economic Coorporate Golden Awards, People Of The Year 2011 sebagai Inspiring CEO 2011 dari Harian Seputar Indonesia, CEO BUMN Terbaik pilihan Majalah Tempo dan menjadi bos kantor Pos Se-ASEAN.
Tak hanya sampai di situ Ketut Mardjana pun masuk kategori 5 orang Bali yang dikenal publik Indonesia sejajar dengan Jero Wacik mantan Menteri Pariwisata dan Made Mangku Pastika yang saat ini menjabar sebagai Gubernur Bali.
Layaknya kisah Gatotkaca dalam wiracarita Mahabarata yang harus rela merasakan panasnya kawah candradimuka di dalam gunung Jamurdipa dan entas menjadi ksatria pilih tanding yang kesaktiannya mampu mengalahkan musuh dari para dewa begitu pun dengan Ketut Mardjana yang pada masa kanak-kanaknya harus melalui berbagai kegetiran dan penderitaan di tanah kelahirannya yang kering dan padas hingga patutlah lakon kisah kehidupannya yang begitu fenomenal dijadikan referensi berharga bagi publik Indonesia, bahkan masyarakat Internasional.
Lahir dalam lingkungan keluarga petani miskin, Mardjana kecil tidak pernah mengeluh akan nasibnya. Ia begitu mawas diri akan kondisinya saat itu. Baginya berbagai bentuk penderitaan semasa kecil tersebut merupakan cambuk pemberi motivasi untuk bangkit meraih masa depan yang lebih baik.
Dimasa kanak-kanak yang seharusnya diisi dengan keceriaan dan kegembiraan ia lalui dengan kerja keras dan penuh perjuangan demi untuk bisa sekedar makan dan bertahan hidup. Ia pun dipaksa oleh keadaan untuk ikut bekerja membantu kedua orang tuannya di ladang milik mereka. Dari dulu sosoknya memang sangat telaten dan terampil, segala bentuk pekerjaan yang dibebankan kepadanya selalu ia selesaikan dengan tuntas tanpa beban. Tak sedikit pun terlihat keluhan yang muncul diraut wajahnya ataupun menggugat pada Tuhan atas penderitaan hidup yang diberikan kepadanya. Namun dibalik semua itu ia telah memperlihatkan diri sebagai sosok yang “berbeda” yang mempunyai potensi luar biasa terpendam dalam tubuh mungilnya hingga tak ayal kedua orang tuanya memberikan perhatian yang begitu mendalam sebagai anak yang sangat “istimewa”.
Memasuki usia jenjang pendidikan merupakan tahun –tahun perjuangan yang luar biasa bagi Ketut Mardjana. Di awal mulai sekolah ia pun harus rela berjalan sejauh 14 Km setiap harinya. Walaupun demikian, ia tetap mempunyai keyakinan bahwa hanya pendidikanlah yang mampu menyelamatkannya dari belenggu kemiskinan yang merantainya. Di masa menimba ilmu di sekolah Ketut Mardjana memang diakui sebagai sosok yang sangat brilliant, disiplin dan juga tegas. Berbagai disiplin ilmu dilahapnya dengan mudah, prestasi demi prestasi pun ia raih. Prestasi inilah yang kemudian menjadi modal untuk mengantarkannya meraih kesempatan mengenyam pendidikan berkualitas, baik di dalam Negeri maupun di luar Negeri.
Satu prinsipnya yang masih ia dipegang teguh sampai saat ini yaitu jangan pernah ada keraguan dengan mengatakan segala sesuatu dengan kemungkinan. Jangan pernah mengatakan ‘mungkin saya bisa melakukannya’, tapi kataklah ‘saya bisa melakukannya’. Kata ‘mungkin’ akan membuat semuanya terlihat berat dan mustahil.
Berpedoman pada prinsip hidup seperti itulah membuat hatinya teguh menjalani masa-masa perjuangan meraih cita dan impian dari kanak-kanak hingga remaja. Hingga akhirnya perjuangannya berujung pada saat ia mampu menyandang gelar dari berbagai kampus terkemuka di Indonesia dan Australia di antaranya Institut Ilmu Keuangan Jakarta dan melanjutkan pendidikan doktoral di Fakultas Ekonomi Universitas Monash, Melbourne, Australia yang semakin meningkatkan bargaining dan kepercayaan dirinya.
Memiliki kemampuan dan ilmu yang mumpuni dibidang ekonomi dan manajerial membuatnya dilirik untuk membantu mengembangkan berbagai perusahaan pelat merah. Tercatat, Ketut Mardjana pernah bekerja sebagai Direktur Pengembangan Usaha dan Umum PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) Tbk, Direktur Eksekutif Keuangan PT CMNP Tbk, Direktur Informasi dan Pengembangan Peraturan BUMN di Kementerian Keuangan, dan menjadi komisaris di sejumlah perusahaan di antaranya Komisaris PT. Jasa Sarana, Komisaris PT Semen Gresik, Tbk, Komisaris PT Indocement Tunggal Prakasa, Tbk, Komisaris PT Semen Tonasa (Persero), Komisaris PT Kapita Asia, serta Komisaris PT Perkebunan Nusantara XI.
Namanya kian meroket setelah ditunjuk Menteri BUMN melalui Surat Keputusan Menteri No. KEO-166/MBU/2009 tertanggal 11 Agustus 2009 untuk duduk sebagai direktur Utama PT Pos Indonesia. Di bawah kepemimpinannya ia berhasil membangunkan “raksasa” pelat merah tersebut dari tidur panjangnya. Dengan mengaplikasikan gagasan-gagasan baru melalui pemikiran – pemikiran out the box ditopang dengan gaya kepemimpinan transformasional yang memiliki vision, value dan courage, PT. Pos Indonesia tidak lagi menjadi perusahaan yang melayani jasa pos, tetapi juga memanfaatkan tangan-tangan guritanya sebagai kekuatan perusahaan jaringan. Ia pun mampu mengembangkan kembali layar kapal BUMN berlogo burung merpati yang telah lama menggulung tersebut dengan mencetak keuntungan yang sangat fantastis. Di tahun 2008 sebelum ia menjabat tercatat perseroan mengalami kerugian mencapai Rp 70,749 miliar. Namun, begitu ditangani oleh Ketut Mardjana, perseroan langsung membukukan laba sebesar Rp 98,266 miliar. Bahkan di tahun 2012 perseroan mencatat laba dua kali lipat yaitu lebih dari Rp 212 miliar dan merupakan rekor penjualan yang tak pernah terpecahkan hingga saat ini.
Kepiawaiannya dalam mengelola bisnis dengan segala inovasi menjadi bukti historis yang sangat autentik dan tak terbantahkan yang patut ditularkan pada generasi milenial saat ini agar tidak hilang ilmu yang sangat berharga dari sosok luar biasa ini.
Membangun Toya Devasya
Dimasa pensiunnya kini yang tidak lagi aktif di perusahaan pemerintah, ternyata ketut Mardjana masih mencurahkan segenap pemikiran, kemampuan dan pengalamannya didedikasikan untuk membangun kampung halaman sebagai wujud bakti pada leluhur dan masyarakat dengan ikut berpartisipasi mengembangkan kawasan pariwisata Batur.
Di lahan seluas hampir 2 hektar yang berlokasi strategis tepat di depan danau Batur, Kintamani berdiri kokoh atas dasar pemikirannya sebuah kawasan wisata kelas dunia yang kini menjadi ikon pariwisata Bangli dan dikenal masyarakat Indonesia maupun Internasional dengan nama Toya Devasya yang mengandalkan potensi alam luar biasa indah dan menjadi daya tarik tersendiri bagi bagi turis yang berkunjung. Jika umumnya destinasi wisata di Bali menonjolkan panorama laut Toya Devasya memberikan alternatif pilihan dengan suguhkan pemandangan yang lain daripada yang lain yaitu dengan dikitari danau, kawah, kaldera diapit oleh gunung Batur ditambah sejuknya udara Kintamani yang sampai hari ini menjadi destinasi wajib bagi para turis yang berkunjung ke Bali sehingga muncul jargon di kalangan turis dan pelaku pariwisata yaitu “belum ke Toya Devasya serasa belum ke Bali”.
Sebenarnya Toya Devasya telah berdiri sejak sebelum Ketut Mardjana ditugaskan untuk mengelola PT. Pos Indonesia namun karena ada panggilan untuk kembali bertugas mengabdi untuk Negara ia sempat meninggalkan Toya Devasya dan berfokus kembali ke BUMN.
Toya Devasya menjalankan beberapa unit usaha di antaranya Natural Hot Springs, Restaurant, The Ayu Kintamani Villas, wisata petualangan, Ayurvedic Spa dan Toya Yatra Tour and Travel. Di bawah kepemimpinannya sekarang, ia benar-benar memanfaatkan segala macam potensi sumber daya lokal termasuk karyawan yang berjumlah hampir 250 orang yang 95 persen berasal dari penduduk setempat dilatihnya sendiri, diberikan kemampuan hospitality yang mumpuni agar tercapai standar pelayanan dan kualitas sebagaimana diterapkan secara internasional.
Dengan mengadopsi konsep hidup orang Bali “Tri Hita Karana” Toya Devasya mencoba memadukan harmonisasi antara pelayanan hingga infrastruktur agar tercipta keseimbangan dan dipercaya bahwa harmoni antara filosofi ini bisa menghasilkan manfaat maksimal bagi kesehatan spiritual, mental dan fisik manusia dan membawa kemakmuran hidup.
Dalam memilih ikon untuk mendongkrak citra perusahaan Ketut Mardjana tidak pernah sembarangan. Gajah yang dipilihnya sebagai maskot kejayaan untuk Toya Devasya ternyata menyimpan makna mendalam. Kuping yang besar diartikan siap terima banyak kritik dan saran, mulut yang kecil di artikan untuk tidak rakus dan selalu sharing dengan yang lain, mata yang kecil diartikan fokus dalam mencapai gol atau target, belalai yang menyemprotkan air berarti mau membagikan kebahagiaan dan rezeki bagi masyarakat sekitar, badan yang besar mempunyai makna agar Toya Devasya menjadi perusahaan yang besar dan memiliki reputasi yang baik di dunia, sedangkan warna ungu yang diambil menjadi warna gajah pada Toya Devasya memiliki arti royal, kreativitas, kedamaian dan keajaiban.
Selain itu Toya Devasya juga mengadopsi konsep CINTAKASIH dalam budaya managmentnya yang memiliki arti di setiap hurufnya yaitu Costumer Focus, Integrity, Networking, Teamwork, Accountable, Knowledge, Adaptive, Spiritual, Innovative, dan Harmony.
Dalam mengadopsi konsep manajerial Ketut Mardjana merupakan seorang transformator yang membuat management Toya Devasya memiliki karakteristik transformational leadership style, entrepreneurial spirit, value based organization, dan business owner mentality diharapkan apabila dikombinasikan semua unsur tersebut dapat menciptakan perusahaan yang kuat dan tangguh terbukti Toya Devasya mampu menyabet beberapa kali penghargaan prestisius selama dua tahun berturut-turut dari tahun 2016 hingga 2017 dari Pusat Rekor Indonesia sebagai Best Hospitality in Services untuk kategori Favorite Villa & Resort.
Tentu awards tersebut sangat membanggakan dan makin melambungkan gaung Toya Devasya ditingkat Nasional dan Internasional yang juga menjadi cermin bahwa layanan dan fasilitas yang disediakan Toya Devasya mendapatkan apresiasi luar biasa dari wisatawan yang berkunjung.
Inilah sebuah pembuktian dan contoh diri dari Ketut Mardjana meskipun basicnya bukan dari kalangan pariwisata namun karena kecerdasannya dalam bidang manajerial menjadikannya tokoh yang sangat diperhitungkan di dunia pariwisata. Sekalinya terjun ke dunia tersebut ia langsung dipercaya untuk mengemban jabatan sebagai Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Bangli (PHRI Bangli). Sebuah jabatan prestisius dengan tanggung jawab yang besar kembali dibebankan di pundaknya untuk bisa ikut berkontribusi membangun pariwisata di Bangli dan Bali pada umumnya.
Dalam kesehariannya mengelola usaha meskipun sudah pernah menempati posisi yang sangat tinggi di berbagai perusahaan bergengsi, Ketut Mardjana tidak ragu untuk terjun langsung bersama karyawan-karyawannya dalam melakukan maintenance di Toya Devasya seperti merawat kebun, ikut menyapu taman dan semua itu ia dilakukannya semata-mata ingin menunjukkan kepada setiap karyawannya agar lebih mau bekerja keras dan tetap low profile.
Sungguh pelajaran hidup yang sangat mahal ditampilkan oleh seorang Ketut Mardjana yang mampu beradaptasi dalam keadaan dan situasi sesulit apa pun. Dirinya membuktikan ia mampu menjadi transformator perubahan bagi kehidupan orang lain di mana pun ia ditempatkan.